Askep Klien dengan Gangguan Elektrolit
(Kelebihan Na / Hipernatremia)
I.
Konsep
Dasar Masalah
1. Definisi
Hipernatremia (kadar natrium darah yang tinggi) adalah
suatu keadaan dimana kadar natrium dalam darah lebih dari 145 mEq/L darah.
Hipernatremia adalah defisit cairan
relatif. Hipernatremia jarang terjadi namun umumnya disebabkan karena
resusitasi cairan dalam jumlah besar dengan larutan NaCl 0.9%
([Na+]154mEq/l). Hipernatremia juga dijumpai pada kasus dehidrasi dengan
gangguan rasa haus misal pada kondisi kesadaran terganggu atau gangguan mental.
Selain itu juga pada penderita diabetes insipidus
Hipernatremia merupakan suatu
keadaan dimana kadar natrium dalam plasma tinggi yang ditandai dengan addanya
mukosa kering, oliguria/anuria, turgor kulit buruk dan permukaan kulit
membengkak, kulit kemerahan, lidah kering dan kemerahan, konvulsi, suhu badan
naik, serta kadar natrium dalam plasma lebih dari 145 mEq/Lt. kondisi demikian
dapat disebabkan oleh dehidrasi, diare, dan asupan, air yang berlebihan sedangkan
asupan garamnya sedikit.
Hipernatremia dan hiponatremia sering
terjadi pada usia lanjut. Hpernatremia pada usia lanjut paling sering
disebabkan oleh kombinasi dari asupan cairan yang tidak adekuat dan
bertambahnya kehilangan asupan kehilangan cairan. Gangguan mekanisme dari rasa
haus dan hambatan akses terhadap cairan (sekunder dari gangguan mobilitas atau
menelan) terur berkontribusi dalam timbulnya hipernatremia pada usia lanjut
selain adanya keterlambatan eskresi natrium. Kehilangan air murni pada keadaan
demam, hiperventilasi dan diabetes insipidus. Lebih sering, kehilngan
airhipoteonik disebabkan oleh problem saluran cerna. , luka bakar, terapi
diuretika atau dieresis osmotic. Seringkali deteksi hipernatremia pada usia
lanjut terlambat dilakukan sehingga usia lanjut yang lemah dapat jatuh pada
keadaan hipernatremia yang bermakna.
Hipernatremia adalah mengacu pada
kadar natrium serum yang lebih tinggi dari normal, yaitu lebih tinggi dari 145
mEq/L ( SI: 145 mmol/L) . Hal ini dapat diakibatkan karena penambahan natrium
dalam kelebihan air atau karena kehilangan air dalam kelebihan
natrium.Hipernatremia dapat terjadi pada pasien-pasien dengan volume cairan
normal atau pada pasien dengan FVD atau FVE.
2. Etiologi
Pada
hipernatremia, tubuh mengandung terlalu sedikit air dibandingkan dengan jumlah
natrium.
Konsentrasi
natrium darah biasanya meningkat secara tidak normal jika kehilangan cairan
melampaui kehilangan natrium, yang biasanya terjadi jika minum terlalu sedikit
air.
Konsentrasi
natrium darah yang tinggi secara tidak langsung menunjukkan bahwa seseorang
tidak merasakan haus meskipun seharusnya dia haus, atau dia haus tetapi tidak
dapat memperoleh air yang cukup untuk minum.
Hipernatremia juga terjadi pada
seseorang dengan:
a. Fungsi ginjal yang abnormal d. Diare
b. Muntah e. Demam
c. Keringat yang berlebihan.
a. Fungsi ginjal yang abnormal d. Diare
b. Muntah e. Demam
c. Keringat yang berlebihan.
Hipernatremia
paling sering terjadi pada usia lanjut.
Pada orang
tua biasanya rasa haus lebih lambat terbentuk dan tidak begitu kuat
dibandingkan dengan anak muda. Usia lanjut yang hanya mampu berbaring di tempat
tidur saja atau yang mengalami demensia (pilkun), mungkin tidak mampu untuk
mendapatkan cukup air walaupun saraf-saraf hausnya masih berfungsi.
Selain itu,
pada usia lanjut, kemampuan ginjal untuk memekatkan air kemih mulai berkurang,
sehingga tidak dapat menahan air dengan baik.
Orang tua
yang minum diuretik, yang memaksa ginjal mengeluarkan lebih banyak air,
memiliki resiko untuk menderita hipernatremia, terutama jika cuaca panas atau
jika mereka sakit dan tidak minum cukup air.
Hipernatemia
selalu merupakan keadaan yang serius, terutama pada orang tua. Hampir separuh
dari seluruh orang tua yang dirawat di rumah sakit karena hipernatremia
meninggal. Tingginya angka kematian ini mungkin karena penderita juga memiliki
penyakit berat yang memungkinkan terjadinya hipernatremia.
Hipernatremia
dapat juga terjadi akibat ginjal mengeluarkan terlalu banyak air, seperti yang
terjadi pada penyakit diabetes insipidus. Kelenjar hipofisa mengeluarkan
terlalu sedikit hormon antidiuretik (hormon antidiuretik menyebabkan ginjal
menahan air) atau ginjal tidak memberikan respon yang semestinya terhadap
hormon. Penderita diabetes insipidus jarang mengalami hiponatremia jika mereka
memiliki rasa haus yang normal dan minum cukup air.
Penyebab
utama dari hipernatremi:
a.
Cedera kepala atau pembedahan saraf
yang melibatkan kelenjar hipofisa
b.
Gangguan dari elektrolit lainnya
(hiperkalsemia dan hipokalemia)
c.
Penggunaan obat (lithium,
demeclocycline, diuretik)
d.
Kehilangan cairan yang berlebihan
(diare, muntah, demam, keringat berlebihan)
e.
Penyakit sel sabit
f.
Diabetes insipidus.
Gejala utama
dari hipernatremia merupakan akibat dari kerusakan otak.
Hipernatremia yang berat dapat
menyebabkan:
a.
Kebingungan
b.
kejang otot
c.
kejang seluruh tubuh
d.
koma
e.
kematian.
Defisit cairan tubuh akibat ekskresi air
melebihi melebihi ekskresi natrium atau asupan air yang kurang. Misalnya pada
pengeluaran air melalui ‘insensible water loss’ atau keringat, osmotik diare
akibat pemberian laktulose atau sorbitol, diabetes insipidus sentral maupun nefrogenik,
diuresis osmotik akibat glukosa atau manitol,
gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau gangguan vaskular.
Penambahan natrium yang melebihi jumlah
cairan dalam tubuh misalnya koreksi bikarbonat berlebihan pada metabolik
asidosis.
Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam
sel. Misalnya pada latihan olahraga yang berat, asam laktat dalam sel meningkat
sehingga osmolalitas sel juga meningkat dan air dari ekstrasel akan masuk ke
intrasel. Biasanya kadar natrium akan kembali normal dalam waktu 5 – 15 menit
setelah istirahat.
3. Patofisiologi
Hipernatremia terjadi saat ada kehilangan air atau terlalu sedikit air
dalam hubungannya dengan sodium dan potassium dalam tubuh.
Osmolaritas plasma (Posm) normalnya berkisar antara 275-290 mOsm/kg
dan utamanya ditentukan oleh konsentrasi garam sodium.
Regulasi Posm dan konsentrasi plasma sodium dimediasi oleh
perubahan asupan dan ekskresi air.
Hal ini
terjadi dengan 2 mekanisme:
a.
Konsentrasi urin (melalui sekresi
pituitary dan efek renal terhadap ADH arginine vasopressin(AVP)
b.
Rasa haus Pada individu normal, rasa
haus distimulasi oleh peningkatan osmolalitas cairan tubuh diatas ambang tertentu. Hasilnya adalah asupan air yang
meningkat untuk secara cepat mengkoreksi keadaan hipernatremi. Mekanisme ini sangat
efektif bahkan pada keadaan patologis dimana pasien tidak mampu
mengentalkan urinnya (diabetes insipidus) dan mengeluarkan urin yang sangat banyak (10-15 L per hari), hipernatremi
tidak akan muncul karena rasa haus distimulasi dan osmolalitas cairan tubuh
dipertahankan. Oleh karena itu, hipernatremi dapat muncul pada saat hanya terjadi gangguan mekanisme rasa haus
dan asupan air tidak meningkat untuk merespon hiperosmolaritas atau
saat asupan air dibatasi.
4. Penatalaksanaan
Tatalaksana
hipernatremia meliputi reduksi kehilangan air (tatalaksana underlying cause)
dan koreksi kekurangan air. Untuk pasien stabil dan asimptomatik penggantian
cairan melalui oral ataupun pipa nasogastrik masih efektif dan aman.
Pada
pasien dengan status hipovolemik, volume extracellular fluid (ECF) dapat
dipulihkan dengan larutan salin normal atau 5%
dextrose dalam setengah salin normal untuk mencegah penurunan mendadak
konsentrasi natrium. Hindari penggunaan D5W karena akan menurunkan kadar
natrium terlalu cepat. Selama rehidrasi, pantau natrium serum untuk memastikan
penurunan berlangsung perlahan dan mencegah penurunan mendadak.
Jumlah
air yang dibutuhkan untuk mengoreksi hipernatremia dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
Water deficit (in liters) = (plasma Na concentration - 140)/140 x total
body water
Total
body water dapat diperkirakan sebagai 50% berat badan laki-laki dan 40% berat
badan pada wanita. Sebagai contoh, jika laki-laki dengan berat badan 70-kg
dengan kadar serum Na 160 mEq/L, maka perkiraan defisit air (160- 140)/140 x
(0.5 x 70) = 5 L
Setelah
defisit air diketahui, masukkan cairan untuk menurunkan kadar natrium dengan
laju 0.5 s.d 1 mEq/jam dengan penurunan tidak lebih dari 12 mEq/L dalam 24 jam
pertama dan sisanya dalam 48 s.d 72 jam.
Faktor-faktor
yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh antara lain:
a.
Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari
usia, karena usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan
berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan
cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
b.
Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi)
dan kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan
elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di
lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.
c.
Diet
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan
elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein
dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal
keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini
akan menyebabkan edema.
d.
Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa
darah, dan pemecahan glykogen otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium
dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah
e.
Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Misalnya:
§
Trauma seperti luka bakar akan
meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
§
Penyakit ginjal dan kardiovaskuler
sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh
§
Pasien dengan penurunan tingkat
kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan karena
kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
f.
Tindakan Medis
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube
dan lain-lain.
g.
Pengobatan
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat
berpengaruh pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
h.
Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko
tinggi mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan
kehilangan darah selama pembedahan.
Terapi
hipernatremia adalah mengganti kehilangan cairan atau hentikan pemberian
natrium pada kasus dengan pemberian natrium yang berlebihan. Karena adapatasi
susunan saraf pusat terhadap pengerutan sel dank arena koreksi terlalu cepat
dapat menyebabkan edema serebral yang berbahaya, hipernatremia kronik harus
diatasi perlahan dan hati – hati. Aturan umum
Defisit cairan = [(Na Plasma – 140)/140] X Air tubuh
total
Adalah pengoreksi 50% deficit cairan
dalam 12-24 jam pertama dan sisanya diberikan dalam satu hingga dua hari
berikutnya. Pada hipernatremia akut deficit cairan harus diganti lebih cepat.
Defisit air bersih dikalkulasi dengan memperkirakan air tubuh total dalam
liter.
Memburuknya status neurologis selama
pemberian cairan dapat menunjukkan terjadinya edema serebral dan membutuhkan
reevaluasi segera dan pengehantian sementara cairan.
5. Pohon
Masalah
![]() |
![]() |
![]() |
minum
diaretik
|
ginjal
mengeluarkan air banyak
|
peningkatan osmolalitas
|



ginjal
mengeluarkan
air
banyak
|
![]() |
![]() |


|
kelenjar hipofisa
|
|

|
![]() |
tidak mampu mengentalkan urinnya
dan mengeluarkan urin yang sangat banyak
|


![]() |
panas / jika mereka sakit dan tidak minum cukup air
|
|
kekuranga air / gangguan dari
elektrolit lainnya
|
II.
Konsep
Keperawatan
1. Pengkajian
Fokus Masalah
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala
: kelemahan
Tanda
: kekakuan otot/tremor, kelemahan umum
b.
Sirkulasi
Tanda
: hipotensi postural, takikardia
c.
Eliminasi
Tanda
: haluaran urin menurun'
d.
Makanan/cairan
Gejala
: haus
Tanda
: membrane mukosa kering, kental, lidah kotor
e.
Neurosensori
Gejala
: peka rangsangan, letargi/koma, kejang, delusi, halusinasi
f.
Keamanan
Tanda
: kulit panas, kemerahan kering, demam
2. Diagnosis
Keperawatan
Aktual/resiko
tinggi perubahan perfusi otak, deficit neurologis yang berhubungan dengan
akibat-akibat dehidrasi pada sel-sel otak, sekunder dari peningkatan natrium
pada sirkulasi otak.
3. Intervensi
Keperawatan
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi
jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria: klien tidak gelisah;
ntidak ada keluhan nyeri kepala; mual; kejang; GCS: 4,5,6; TTV normal (nadi:
60-100 kali permenit; suhu 360-36,70C; pernapasan: 16-20
kali per menit); serta klien tidak mengalami deficit neurologis seperti lemas.
Mandiri
a.
Berikan penjelasan pada keluarga
klien tentang sebab-sebab peningkatan tekanan intracranial dan akibatnya
Rasional: keluarga lebih
berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b.
Baringkan klien (bed rest) total
dengan posisi terlentng tanpa bantal
Rasional: perubahan pada tekanan
intracranial akan menyebabkan resiko terjadinya herniasi otak.
c.
Monitor tanda-tanda status
neurologis dengan GCS
Rasional: dapat mengurangi kerusakan
otak lebih lanjut
d.
Monitor tanda-tanda vital seperti
TD, nadi, suhu, respirasi, dan hati-hati terhadap adanya hipertensi sistolik
Rasional: pada keadaan normal,
autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik yang berubah secara
fluktuatif. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebral
yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh
penurunan tingkat tekanan diastolic. Sedangkan penigkatan suhu dapat menggambarkan
perjalanan infeksi.
e.
Bantu pasien untuk membatasi muntah,
batuk,. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik
ditempat tidur
Rasional: aktivitas ini dapat
meningkatkan tekanan intracranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu
bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari valsava.
f.
Ajurkan klien untuk menghindari
batuk dan mengejan berlebihan
Rasional: batuk dan mengejan dapat
meningkatkan tekanan intracranial dan potensial terjadinya perdarahan ulang.
g.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan
batasi pengunjung
Rasional: rangsangan aktivitas yang
meningkat dapat menyebabkan kenaikan tekanan intracranial. Istirahat total dan
ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
stroke hemoragik/perdarahan lainnya.
4. Evaluasi
Keparawatan
Dx
|
Evaluasi
|
1
|
S : Pasien
menyatakan tidak merasa nyeri kepala, gelisah, mual atau muntah.
O : Tidak
terdapat papil edema, tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg), nadi
80x/menit, dan tidak mengalami defisit neurologis.
A :
Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
2
|
S : Pasien
menyatakan tidak merasa nyeri kepala, gelisah, mual, dan kejang.
O :
Refleks cahaya (+), tanda tanda vital normal (nadi : 60-100 kali per menit,
suhu : 36-36,7 0C, pernafasan 16-20 kali per menit), serta tidak
mengalami defisit neurologis.
A :
Masalah teratasi.
P :
Intervensi dihentikan.
|
III.
Daftar
Pustaka
www.berbagimanfaat.com diakses 26 Februari 2013.
www.eidcp.blogspot.com diakses 26 Februari 2013.
Siswanto. 2006. “Kebutuhan
cairan dan elektrolit”. www.sisroom.blogspot.com diakses 26 Februari 2013.
Sabiston. TT. Buku Ajar Bedah: Bagian 1. Jakarta: Buku Kedokteran ECG.
Darwis D, Moenajat Y, Nur
B.M, dkk. 2008. “Fisiologi Keseimbangan Air dan Elektrolit dalam Gangguan
Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam-Basa, Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosis
dan Tatalaksana: Edisi 2”. Jakarta: FK-UI.
No comments:
Post a Comment